2013 di Atas Kertas

Menuliskan cita-cita dan membiarkannya terbaca oleh  banyak orang membuat saya lebih bersemangat untuk bekerja keras mendapatkan apa yang saya cita-citakan. Saya pikir, pandangan ini merupakan lompatan tersendiri untuk saya karena dulu saya baru membagikannya di buku harian. Apakah saya dulu tidak percaya diri untuk berkata, “Inilah cita-citaku!”? Mungkin ada benarnya. Insiden pembajakan blog itu sungguh-sungguh melindas eksistensi diri saya di hadapan public.

Tapi, itu sudah berlalu. Saat ini saya malah bersyukur bertemu peristiwa itu karena saya bisa sampai pada pemaknaan seperti saat ini. Betapa banyak hal yang memang harus dipelajari dengan baik dalam setiap kepingan kehidupan dan menjadikan kualitas diri menjadi lebih baik. Semoga.

Sebagaimana cita-cita saya.

Gambar

  1. Keluarga kecil kami akhirnya berkumpul di bulan Juli 2013.

Beberapa tahun menikah dan belum sekalipun serumah sungguh merupakan ujian tersendiri untuk kami. Meski kami mencoba mengalihkan energy dengan berkarya sebanyak mungkin – dan alhmadulillah, kami memang jadi banyak menelurkan ini dan itu —  tetap saja ada yang kurang dalam jiwa kami.  Tahun ini kami bertekad HARUS serumah.  Meski itu harus di Swedia tempat suami saya mendaftar beasiswa. Semoga dimudahkan.

  1. Sebulan sekali saya membuat postingan di blog dalam bahasa Inggris.

Terinspirasi oleh tantangan yang dihadapi suami saya tentang menulis dalam bahasa Inggris untuk menembus beasiswa ke Eropa, saya berpikir tentang tidak ada salahnya saya pun belajar menempa diri. Terlebih setelah mengikuti kuliah umum Ibu Profesional bersama Mr. Hani Sutrisno, founder Desa Bahasa Borobudur, saya merasakan sebuah keharusan untuk lebih melenturkan otak saya terhadap keterampilan bahasa Inggris. Saya adalah warga DUNIA, bukan Indonesia semata.

  1. Sebulan sekali saya membuat postingan di blog dalam bahasa Jawa

Bagaimanapun, saya adalah orang Jawa. Saya tumbuh dan besar di Jawa. Bahkan kata orang tua saya, jika saya mau, saya masih  berhak menyandang gelar Raden Nganten, salah satu gelar bangsawan Jawa (tapi kami – saya dan kakak adik – memilih tidak mau. Hehe). Melihat gaya bahasa Jawa tulis di buku-buku sekolah sekarang, beberapa kali saya meraasa miris. Betapa nampaknya si penulis buku sendiri tidak fasih berbahasa Jawa. Bagaimana ia menulis kata-kata yang seharusnya dengan huruf “i” tapi malah  ia tulis dengan huruf “e”. Gatal sekali saya. Menulis di blog dalam bahasa Jawa semoga bisa menjadi tantangan tersendiri untuk saya mewarnai dunia literasi bahasa Jawa.

  1. Menyelesaikan naskah buku solo di bulan Januari untuk diterbitkan oleh penerbit mayor.

Saya membidik penerbit Gramedia Group dan Republika. Salah satu penerbit besar itu sudah membuka kesediaan menerima naskah saya, meskipun keputusan terbit tidaknya menjadi perkara yang berbeda. Tidak mengapa, saya hanya wajib membuat karya sebagus mungkin dalam berbagai aspek dan menyerahkannya kepada Sang Penguasa hati, bukan?

Bicara sola penerbit, berdasar saran salah satu pimpinan redaksi penerbitan yang saya jumpai di Kuliah Umum Ibu Profesional 13 Januari kemarin, memasukkan naskah ke berbagai penerbit – termasuk penerbit miliknya. Hehe – adalah sah-sah saja. Terlebih saat saya paparkan gambaran umum buku saya, ia makin semangat memberi masukan. Amboiii, begini rasanyadiincar oleh banyak penerbit. Makin bersemangatlah saya.

  1. Menerbitkan minimal DUA buku solo di tahun 2013.

Satu tidak pernah cukup, teman. Ada banyak ide berseliweran di kepala saya setiap saat. Saya ingin laptop yang kami perjuangkan kebaradaannya ini pada akhirnya membayar dirinya sendiri. Saya PASTI bisa.

  1. Menjelajah luar Jawa atau luar negeri untuk pertama  kalinya.

KAmi selalu suka menjelajah. Backpacking. Dan Hanif mulai cukup besar untuk diajak bekerja sama menjelajah. Ia selalu suka. Kami ingin melakukannya bersama-sama dan menciptakan kepingan hidup yang berikutnya.

  1. Membantu sebanyak mungkin orang mewujudkan mimpi mereka, terutama dalam membukukan tulisan.

Alhamdulillah saya sudah mengawalinya dengan proyek membukukan tulisan anak-anak yatim piatu di panti asuhan yang berlomba-lomba menulis liburan kemarin. Bahkan ada anak kelas 1 SD yang semangat menulisnya akan membuat siapapun yang membaca tulisannya akan terharu. Proyek berikutnya tentang membukukan tulisan hasil kompetisi lomba menulis tentang disabilitas juga baru saja saya terima. Saya jadi teringat tentang ucapan saya kepada suami tentang kebahagiaan tersendiri yang saya dapat dengan membuat buku. Melihat kebahagiaan orang lain, kebanggaan orang lain, dan membukukan karya orang lain. Sungguh sebuah kebahagiaan tersendiri untuk saya.

Ah, sekali lagi, berhenti di angka tujuh. Tujuh tujuan. Semoga dimudahkan.