Tantangan siang itu adalah mencari pemateri kuliah rutin Institut Ibu Profesional Salatiga yang menguasai materi “Saferi Walking, Safety Riding, and Safety Driving”. Sebenarnya tantangan ini berlaku untuk siapa saja yang bersemangat tinggi untuk mencari tambahan ilmu terus menerus agar dalam mendidik anak maupun keluarga dapat memberikan informasi yang tepat. Kebetulan, saya paling gatal kalau ada tantangan. Prinsip saya, ketika orang lain bisa menaklukkan tantangan, kenapa saya tidak?
Jadilah, sejak malam saya membuat peta agenda keesokan harinya. Bagaimana agar perjalanan menaklukkan tantangan ini juga jadi momen pembelajaran menyenangkan bagi Hanif (27 bulan). Rencana A saya adalah:
- Wawancara ke petugas polisi lalu lintas yang nge-pos di depan komplek dan bertanya prosedur jika ingin meminta penyuluhan tentang tema yang menjadi tantangan.
- Mengikuti hasil langkah pertama di atas.
Jika rencana A saya ternyata belum memberikan hasil yang tepat, saya akan pakai plan B, yaitu mengumpulkan materi sendiri. So, lets go!
Alhamdulillah rencana A berjalan dengan mulus. Polisi lalu lintas yang saya wawancara menyambut baik dan memberikan petunjuk langkah selanjutnya. Berasa main detektif-detektif-an ya? Bahasanya: mencari petunjuk. Hehehe. Mungkin efek kebanyakan baca buku detektif macam Lima Sekawan, STOP, Trio Detektif, dan sebangsanya sewaktu kecil dulu. So, theres no problem, it just another challenge.
Sesuai petunjuk yang saya dapat, maka langkah selanjutnya adalah membuat surat permohonan resmi dan mendatangi pejabat yang berwenang, dalam hal ini Kasatlantas Polres Salatiga.
Oiya, kenapa saya membidik polisi lalu lintas sebagai rencana A? Menurut hemat saya, polisi lalu lintas adalah pemateri yang paling tepat dan kompeten tentang “Safety Walking, Safety Riding, and Safety Driving.” Jika boleh menggunakan istilah pengayom, merekalah yang paling memahami peraturan-peraturan aman berkendara dan gencar melakukan sosialisasi tentang itu. Dan alhamdulillah pilihan tersebut tepat karena dalam kepolisian lalu lintas, terdapat divisi khusus yang bertugas melakukan sosialisasi peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan terkait keamanan berkendara di jalan raya.
Kembali ke cerita tentang Kasatlantas. Jadilah siang itu, saya meng-homeschool-kan Hanif di kantor polisi. Mengajak Hanif beramah tamah dengan polisi di meja resepsionis, menyapa setiap polisi yang ia jumpai, mendekatkan Hanif dengan mobil highway patrol yang dihiasi sirine di atapnya, mengajak Hanif melihat bus dan truk yang ringsek karena kecelakaan, dan yang mengajarkan Hanif mengantar surat ke Kasatlantas. Ya, Haniflah yang menyerahkan surat permohonan resmi yang kami ajukan ke Kasatlantas Polres Salatiga langsung. Tentu bukan tanpa maksud. Membentuk anak yang supel bergaul dengan berbagai kalangan haruslah diasah semenjak dini. Belajar menyerahkan sesuatu (dalam hal ini surat) adalah salah satunya.
Alhamdulillah, Hanif sangat menikmati pengalamannya di kantor polisi. Kosa kata dan daya ceritanya semakin bertambah bi idznillah. Dan yang paling heboh adalah setiap kali Hanif melewati kantor Satlantas Polres Salatiga yang berarsitektur gedung Belanda itu. Ia akan sibuk berseru,”Ibu niken! Itu kantor polisi! Adik tadi (baca: kemarin. Hanif belum bisa membedakan tadi, kemarin, dan dulu. Hehe) ke sana!” Jadilah, setiap kali itu pula penumpang angkot yang kami naiki tersenyum sendiri melihat deklarasi Hanif. Hohohoho.
***
Alhamdulillah, tanggal 29 Maret 2013, materi program Bunda Cekatan “Safety Walking, Safety Riding, and Safety Driving” berhasil diselenggarakan dengan heboh. Apa pasal? Ternyata ada yel-yel juga dalam kampanye keselamatan berlalu lintas. Dan yel-yel itu sama-sama menggunakan kata: Hu Ha!
Kami semua tertawa bersama saat yel-yel itu selesai diperagakan. Pemateri kelas Rabu pagi (jam 09.00) adalah langsung Kasatlantas Polres Salatiga, Ajun Komisaris Muryati yang berkenan meluangkan waktu berbagi ilmu di kuliah rutin Institut Ibu Profesional Salatiga. Pemateri kelas sore (jam 15.30) adalah Bapak Roni (mohon maaf saya lupa jabatannya. Huhuhu).
Prinsip dasar salam aman di jalan raya, terdiri dari 3 tahapan, yaitu saat sebelum berangkat, saat di jalan, dan sesampai di tujuan. Ada istilah 4 sehat, 5 selamat dalam berlalu lintas: sehat jasmani-rohani, sehat kendaraan, sehat navigasi, sehat budaya, dan dilengkapi dengan berdoa agar menjadi 5 selamat.
Beberapa hal dasar yang perlu diketahui oleh pengguna jalan berdasarkan kuliah Institut Ibu Profesional Salatiga bersama Satlantas Polres Salatiga adalah:
Menggunakan helm itu wajib, dan memilih helm yang lulus SNI (Standart Nasional Indonesia) itu lebih wajib.
Jika kita memperhatikan suara polwan-polwan di corong speaker lampu lalu lintas Salatiga (misal: di lampu merah pertigaan al Azhar Kauman dan di lampu merah perempatan Pasar Jetis), kita akan mendengar himbauan untuk menggunakan helm ber-SNI . Himbauan tersebut juga berlaku untuk anak-anak usia PAUD yang membonceng kendaraan roda dua.
Helm ber-SNI dicirikan dengan adanya logo SNI di belakang atau samping helm. Penggunaannyapun harus dikancingkan rapat sampai berbunyi “klik”. Penggunaan helm yang benar merupakan langkah nyata kepedulian terhadap keselamatan diri sendiri di jalan raya.
Menjaga jarak aman dan kecepatan aman itu penting.
Ngebut itu keren? Wah, nggak bangeet! Ternyata, untuk di dalam kota, kecepatan maksimal yang diijinkan adalah 40 km/ jam. Kecepatan itu harus dikurangi lagi menjadi 30 km/ jam saat kendaraan melaju di komplek perumahan. Jarak aman dengan kendaraan di depan kita saat di dalam kota saat kita menggunakan kecepatan 40 km/ jam tersebut, seharusnya adalah 22 meter. Wah, saat lalu lintas macet, sepertinya tak banyak yang menggubris aturan ini. Hohoho.
***
Banyak pertanyaan dan diskusi yang kemudian mengalir dalam kuliah keren ini. Hal menarik yang mungkin belum banyak diketahui masyarakat adalah aturan dasar parkir. Ternyata sama dengan prinsip dasar meletakkan alas kaki saat akan memasuki rumah, memposisikan kendraan untuk diparkir juga seharusnya dalam kondisi ready to use saat kita akan keluar. Jadi, muka kendaraan seharusnya menghadap ke jalan, bukan ke trotoar seperti yang selama ini kita lakukan.
Pertanyaan yang sempat menjadi diskusi panjang adalah tentang tilang dan berita tentang slip biru atau merah.
Banyak informasi yang beredar di dunia maya tentang anjuran memilih surat tilang berwarna biru agar bisa langsung membayar biaya tilang melalui ATM daripada memilih warna merah yang lantas mengharuskan pengendara menghadiri sidang. Benarkah informasi tersebut?
Berdasar klarifikasi yang diberikan pemateri, informasi tersebut mendekati benar. Hanya saja, saat kita memilih surat tilang warna BIRU, kita hanya bisa membayar denda lewat TELLER bank yang ditunjuk, dalam hal ini BRI. Jadi, bukan lewat ATM sebagaimana info yang beredar di dumay alias dunia maya. Kami semua manggut-manggut saat mendengarnya.
Besarnya angka denda tilang itu sendiri pun disampaikan pada kuliah tersebut berdasarkan peraturan resmi yang berlaku saat ini. Saat kita memilih surat tilang warna biru, maka nominal denda adalah flat sesuai peraturan maksimal denda. Saat kita memilih surat tilang warna merah, maka ada kemungkinan kebijakan hakim yang menyebabkan nominal denda mendapat potongan atau justru sebaliknya. Jadi, penting sekali untuk mengetahui pengetahuan tentang peraturan nominal denda dimana keputusan tentang pilihan surat tilang kembali kepada pengendara kendaraan bermotor yang terkena tilang tersebut. Peraturan tentang nominal denda dapat dilihat di sini.
Mengutip pendapat Thomas, narasumber kelas bahasa Inggris dari Jerman yang mendampingi kuliah rutin setiap Rabu, pada prinsipnya aturan-aturan berlalu lintas di Indonesia tak jauh berbeda dengan yang ada di Jerman. Saat ditanya apakah ada perbedaan, dengan tandas ia menjawab, “ Satu-satunya perbedaan adalah peraturan di Jerman benar-benar diterapkan, sementara di Indonesia tidak.”
Jleb!! XD